7.04.2010

seorang anak dengan ingatan yang buruk

Banyak dari kita yang menjalani kehidupan ini dengan sebuah keyakinan bahwa kita tidak memiliki ingatan yang baik. Sudah berapa kali Anda mendengar komentar atau kalimat : “Sayang, apakah kamu melihat kunci motorku? Aku tidak ingat di mana meletakkannya.” Dan sudah berapa kali Anda bertemu dengan teman anda di jalan, dan Anda tidak bisa mengingat namanya? Pernahkah Anda berpikir Anda menjadi subyek bagi kondisi-kondisi berikut ini ?

ü Saya memiliki kesulitan dalam mengingat jalan yang pernah saya lewati.

ü Saya punya rentang konsentrasi yang sangat pendek.

ü Saya sangat buruk dalam mengingat nama.

ü Saya mudah sekali bosan.

ü Saya sangat sulit mengingat jadwal saya esok, bahkan hari ini.

ü Saya sering lupa dimana saya meletakkan motor saya.

ü Saya sangat teledor dalam meletakkan barang-barang saya. (kunci, helm, stnk, dompet, flash disk, hape, tas, buku)

ü Saya sering dianggap seorang yang mudah ingkar janji, padahal itu karena saya benar-benar lupa dengan janji yang saya buat.

Jangan khawatir : Kita semua merasakan setidaknya dari hal-hal tersebut. Perkembangan penggunaan catatan (notebook) sepanjang dekade yang lalu, telah menjadi bukti betapa kita ingin sekali menyelesaikan sesuatu, dan tanpa catatan tersebut barangkali kita akan lupa begitu saja. Bill Cosby, seorang komedian terkenal, seringkali menggambarkan bahwa “Ingatan ada dalam Teori Mundur”. Ia mengatakan bahwa ia seringkali memasuki sebuah ruangan dan lupa dengan tujuan awal untuk apa ia berada di sana. Ketika hal tersebut terjadi, ia segera kembali menuju ruang yang telah ia tinggalkan, duduk sebentar, dan biasanya, ia akan kembali teringat dengan apa yang ingin ia lakukan dalam ruangan yang satu tadi. (Hagwood 2009 :31)

Saya tidak pernah ingat kapan saya mulai tidak bisa mengingat banyak hal dengan baik. Saya tidak suka jika saya dikategorikan sebagai seseorang dengan kualifikasi ingatan yang buruk. Awalnya saya tidak pernah mempedulikan hal ini karena saya rasa masih banyak orang-orang di dekat saya yang selalu mengingatkan saya jika “penyakit” saya kembali menyerang saya. Saya cukup lemah dalam hal menghapal, itu menjadi alasan mengapa saya tidak tertarik dengan jurusan social, karena saya berpikir bahwa dalam ilmu sosial saya akan membutuhkan lebih banyak space dalam otak saya untuk hapalan. Saya benar-benar berjuang menghadapi pelajaran Sejarah dan PKn selama duduk di bangku SMA. Setiap tiba masa ulangan, saya selalu menghabiskan waktu hingga larut malam hanya sekedar berusaha menanam informasi di otak saya (mengingat nama-nama pahlawan, kota, dan tanggal). Dan, saya tidak pernah lupa dengan tatapan menertawakan dari guru saya ketika membagi kertas ulangan saya, “PKn lebih sulit dari Fisika dan Matematika ya?”. Angka 6 tercetak di secarik kertas itu. Saya pernah mengalami kecemasan ketika saya menonton sebuah film yang mengisahkan tentang seorang wanita (27tahun) harus mati di usia mudanya karena mengidap penyakit Alzheimer (sejenis penyakit pikun, karena gumpalan protein tak lazim yang menyumbat urat nadi di otak) dimana kematian secara mental akan terjadi sebelum kematian secara fisik. Dari sekedar lupa dimana meletakkan kunci motor hingga lupa siapa diri kita dan orang-orang yang kita sayangi. Benar-benar akan sangat menyiksa. Teman-teman yang dekat dengan saya adalah orang-orang yang sering saya kecewakan karena saya sering tidak ingat bahwa hari itu saya harus membawakan buku atau flash disk yang saya pinjam untuk saya kembalikan dan masih banyak hal lain. Jauh di lubuk hati saya, saya tidak pernah berniat melakukan hal itu. Saya merasakan penyesalan yang teramat dalam ketika saya melupakan hal-hal yang seharusnya penting dalam hidup saya. Ibu saya orang yang paling memahami kelemahan saya, sehingga dalam mempersiapkan segala yang penting bagi saya, beliau tidak pernah lelah dalam mengulang, mengulang, dan mengulang kembali apa yang harus saya persiapkan. Saat ini Tuhan malah menempatkan saya di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, yang merupakan tempat yang sungguh-sungguh saya hindari sebelumnya. Mungkin ini bagian dari skenarioNya dalam terapi penyembuhan “penyakit” saya. Saya percaya bahwa ketika saya mau berusaha dan berlatih, saya akan berhasil mengingat segala hal yang mempengaruhi laju kehidupan saya dengan lebih baik.[]