11.09.2010

Story - 02


Saya tengah terduduk di sebuah kursi dikelilingi puluhan kursi kosong lainnya. Sedangkan orang-orang yang sebelumnya menempatinya telah beranjak pergi dengan pikiran mereka masing-masing. Saya merasakan sedikit kelegaan walau hanya sesaat. Kadang bosan dan penat ditengah derasnya manusia-manusia yang mengelilingi kita. Tak selamanya sendiri itu sepi. Saya menjejakan kaki keluar ruang seminar, pikiran saya lelah, fisik pun tak mau kalah. Seandainya saja saya orang beruang, pasti tak segan-segan saya mencari lokasi spa mewah di kota ini. Apa boleh buat, tak ada pilihan lain kecuali pulang dan istirahat di kos-kosan. Belum juga sampai pintu keluar, saya sudah dicegat seorang teman kelompok saya untuk diajak berdiskusi tentang tugas yang harus dikonsultasikan esok hari. Tanpa basa-basi saya mengatakan bahwa saya yang akan bertanggungjawab untuk membereskan tugas itu besok. Sebenarnya bukan karena saya memang memiliki tanggungjawab besar atas pekerjaan kelompok saya, tapi lebih lebih karena saya malas berdiskusi panjang lebar dengan teman saya ini. Belum ada lima langkah saya bergerak, saya sudah dicegat kembali dengan teman-teman dari kelompok tugas mata kuliah lain, mereka meminta saran pada saya tentang isu yang akan dikupas dalam essay untuk pekan depan, temanya “XXX”. Oke. Saya kembali menghentikan langkah ini, dan mulai bergabung dengan mereka. Lebih banyak ide yang saya cetuskan disini, entah mengapa saya begitu antusias dengan tugas mata kuliah satu ini dibanding dengan tugas-tugas lainnya. Singkatnya isu yang akan kami angkat sudah kami putuskan bersama, tinggal melapor pada tutor dan yang lebih penting adalah pulang ke kos (saat itu juga). Maaf saya sedang ingin sendiri. Kadangkala pertemuan yang intens justru memercikan konflik, bagai api dalam sekam, begitu kata pepatah. Saya hanya ingin berusaha mengingat dan merenungkan setiap pembelajaran dari episode hidupku sepanjang hari yang diberikan oleh Allah. Allah yang baik, yang tak pernah merancangkan kejahatan bagi manusia.

Story - 01



Aku telah mencapai pada satu hari yang sudah lama ku ketahui.
Pagi yang menjelangku cerah, berubah kelu.
Penggalan lalu yang sarat akan misteri,
tak pernah aku takut menghadapinya.
Hingga kegelisahan yang mencekam,
menjadi momok mengerikan bagi malamku.
Kegelisahan akan penggalan-penggalan lalu...
Tak akan pernah menjadi gambaran apik yang terukir dalam sebuah kisah.

Dingin udara pagi menyisir lembut rambut-rambut tipis yang menghiasi lenganku, ketika ku bergayut lemah di punggungmu.
Tak ada rasa lain kecuali, bahagia.
Tak ada kekhawatiran lainnya, kecuali
khawatir tak dapat lagi berada di bawah langit ini bersama.
Membayangkan ketika sisa usia ini kuhabiskan untukmu,
denganmu.
Tak ada jumpa yang abadi,
Karena akhirnya waktu yang akan menjawab entah kini atau kemudian hari.
Aku menjadi seolah tak mengenali diriku sendiri secara utuh setelah harapanku dihempas angin.
Bukankah setiap orang tak pernah yakin tentang dirinya ?
sebagian fisika berbicara, bahwa refleksi kaca dua dimensi memiliki keterbatasan informasi,
sebagian karena terlalu narsis memuji diri sendiri, dan sebagian lagi karena tak mampu menerima kenyataan bahwa diri kita tak jauh lebih baik dari apa yang selama ini kita pikirkan.
Hidup tak ada yang selamanya bahagia, karena hidup adalah penderitaan, begitu kata Budha.